Percayalah dibalik tawa canda di pelamiman ini ada sejuta drama dan air mata yang kami alami. Mulai bagaimana suami menyakinkan Ibunya untuk mendapatkan restunya. Drama almarhum Bapak aku yang tiba-tiba sakit keras dan satu-satunya keinginannya adalah melihat aku menikah.
Jadi, kami memang sudah lama berpacaran. Aku dan suami juga sudah lulus kuliah. Aku kerja di Radio dan suami kalau pagi sampai sore mengajar di kampus dan kalau sore-malam mengajar di lembaga kursus. Secara materi insyaAllah kami sudah sangat cukup untuk menikah.
Tapi menurut penilaian orang tua suamiku kala itu, suamiku belum cukup, mau kasih makan anak orang apa? mau nikah juga biayanya banyak jadi suami harus menabung dulu. Tapi entah mengapa bapakku tiba-tiba sakit dan anak perempuannya yang belum menikah hanya aku, maka keinginan beliau satu-satunya hanyalah melihat aku menikah.
Dari sinilah drama pernikahan dimulai....
Suami mulai meyakinkan orangtuanya kalau dia benar-benar siap, meyakinkan kalau aku ini adalah bener-bener pilihannya. Aku juga memastikan kalau keluarga aku bener-benar meringankan pernikahan ini. Pernikahan yang sederhana saja yang penting hikmat.
Hingga dalam menunggu waktu itu, alm bapakku yang sudah pulang ke rumah sempat sehat bahkan sudah sempat ngisi pengajian ibu ibu, dan selisih satu hari aku pulang ke jogja, tiba tiba aku mendapat telpon kalau bapak aku meninggal dunia.
Disitu aku merasa sangat terpukul. Aku otomatis resign dari radio. Aku pulang ke rumah menemani ibu dan pasrah. Mau menikah ayo enggak ya udah. Rasanya hampir putus asa waktu itu.
Dan beberapa bulan kemudian suami aku datang bersama ibunya seorang melamar aku. Dan jarak persiapannya hanya 2 bulan. Huhuu iya dua bulan. Dan drama persiapan pernikahanpun dimulai.
Ibu yang dirumah sendirian tanpa bapak lagi otomatis tak bisa berbuat apa apa. Kakak-kakakku juga jauh diluar kota semua. Alhamdulillah mereka semua support dalam hal dana dan saran seluruh seluruh pemikirannya.
Hampir kupastikan, 100% persiapan pernikahanku aku yang mengurus bahkan sampe hari H. Aku gak sempat ada yang namanya dipingit atau rasa deg deg an mau nikah. Karena hati dan pikiran aku terlalu sibuk mengurus ceklist persiapan pernikahan. Pontang panting kesana kemari, belum lagi debat sama ibu soal selera huhuhu.
Mulai dari hunting rias manten, catering, tenda, snack, undangan dan lain-lain semua aku yang pilih yang nyari yang pesen. Kalau diingat saat ini kadang masih tak percaya kalau aku mampu menjalani semua itu.
Cerita panjang pernikahan penuh perjuangan kami ini bisa kamu baca disini ya gaes
There for gaes, aku tulis blog ini supaya kelen tak mengalami hal yang sama. Agar bisa menyiapkan pernikahan dengan duduk cantik semua beres.