Baru-baru
ini masyarakat luas dikejutkan dengan pemberitaan terkait surat edaran dari kemendagri
(Kementerian Dalam Negeri) mengenai larangan fotocopy e-KTP. Hingga menjadi
topik hangat baik di media cetak maupun elektronik. Sebab hampir berjalan dua
tahun, masyarakat sepertinya sudah terlanjur foto copy e-KTP miliknya guna
keperluan tertentu seperti membuat SIM atau perbankan. Pertanyaan terbesar
adalah apakah e-KTP yang sudah terlanjur difotocopy akan mengalami kerusakan? Untuk
menjawab rasa penasaran tersebut mari kita tilik cara kerja dari e-KTP itu
sendiri.
Sejatinya
surat edaran larangan tentang fotocopy e-KTP hanya ditunjukkan bagi
penyelenggara atau administrasi kemasyarakatan seperti AKSES, JAMSOSTEK,
perbankan dan lain sebagainya. Bukan pada masyarakat secara luas. Yang mana penyelenggara
atau administrasi kemasyarakatan harus menyediakan alat pembaca (card reader)
e-KTP. Sehingga motode lama dengan fotocopy fisik KTP sudah selayaknya
ditinggalkan. Karena langkah tersebut adalah kelanjutan dari program e-KTP.
Larangan
tersebut muncul terkait perubahan kebijakan kemendagri yang semula memilih masa
berlaku lima tahun dirubah menjadi seumur hidup. Namun tidak menutup
kemungkinan untuk melakukan perubahan data di dalam e-KTP atau penerbitan ulang
e-KTP karena kerusakan dan lain sebagainya. Perubahan data seperti status dari
lajang sudah menikah tidak perlu penerbitan ulang e-KTP cukup hanya mengedit
entri data status tersebut di dalam e-KTP itu sendiri.
e-KTP
bukanlah KTP (Kartu Tanda Penduduk) biasa yang sebelumnya diterapkan di
Indonesia. Bahkan di negara maju seperti Amerika Serikat identitas penduduk
hanya cukup menggunakan satu identitas yang bisa difungsikan untuk banyak
tujuan tertentu. Indonesia sebagai negara berkembang dan beberapa negara
tetangga seperti Malaysia sedang menuju ke arah tersebut. Sehingga lebih
praktis, modern dan canggih. Namun bukan itu tujuan utama, melainkan
meminimalisir kepemilikan identitas KTP ganda dengan tujuan jahat, menipu atau
melanggar hukum. Dengan begitu e-KTP berlaku secara nasional di manapun pemilik
berada atau berpindah tempat.
Teknologi yang digunakan pada e-KTP berbasis kartu
pintar bertipe contactless card. Dimana di dalam e-KTP tersebut
terdapat chip tidak seperti SIM Card selular atau juga tidak seperti
list warna hitam tepi seperti pada kartu ATM yang mudah terkelupas atau robek
karena tidak terawat dengan baik tetapi hampir mirip seperti stiker hologram
yang nampak memanjang di dalamnya terekam data dari pemegang e-KTP mewakili
sidik jari, biodata, foto yang total dari memori tersebut hanya sebesar 8 KB
saja.
Dengan
adanya chip tersebut maka untuk dapat mengakses data di dalam e-KTP itu sendiri
dibutuhkan alat pembaca berupa card reader. Penggunaan e-KTP tidak
dilakukan kontak fisik (digesek atau ditancapkan) layaknya pada kartu ATM atau
kartu lainnya. Karena sudah menggunakan gelombang radio dengan frekuensi
13,56 MHz sehingga cukup didekatkan, sentuh atau
diletakkan di tempat card reader tersebut sudah dapat diakses data pada
e-KTP. Karena menggunakan gelombang radio maka jarak antara e-KTP dengan card
reader pun tidak boleh lebih dari 10 cm agar mudah terdeteksi.
Lantas
bagaimana jika e-KTP sudah terlanjur difotocopy. Apakah e-KTP akan mengalami
kerusakan baik secara fisik atau non fisik karena chip di dalamnya
terganggu dengan sinar atau medan magnet mesin fotocopy? Secara teknis e-KTP
tidak rusak jika difotocopy bahkan distaples sekalipun. Namun perlu diketahui
bahwa staples merusak fisik dari e-KTP itu sendiri terutama jika langsung mengarah
pada area chip tersebut dikhawatirkan chip mengalami kerusakan
yang mengakibatkan data di dalamnya tidak dapat diakses atau rusak.
Adapun
alasan logis secara teknis menurut ahlinya berdasarkan bidang keilmuan
semikonduktor mengutip pemaparan yang disampaikan oleh Dr.M.Mustafa
Sarinanto selaku Kepala
Bidang Sistem Elektronika, Pusat Teknologi Informasi & Komunikasi BPPT tentang larangan fotocopy e-KTP
tersebut. Mengingat rencana jangka panjang pemberlakuan seumur hidup oleh kemendagri,
maka masyarakat perlu menjaga dan merawat e-KTP-nya masing-masing.
Adapun
alasan secara teknis adalah sebagai berikut, dengan mengacu alasan apabila ada
‘rangsangan energi’ dalam hal ini mesin fotocopy yang melebihi energi yang
digunakan untuk menyimpan data dari dan ke dalam chip semikonduktor yaitu
berupa tersimpannya elektron ke dalam posisi tertentu yang membuat semikonduktor
mampu menyimpan data, maka dikhawatirkan jika ini dilakukan terus-menerus dan
berulang bisa saja ‘rangsangan energi’ tersebut akan mengacaukan susunan
elektron tersebut dan menyebabkan memori di dalamnya menjadi terhapus, atau
terformat ulang.
Pada
dasarnya pengujian akan panas tertentu sudah dilakukan terhadap konsistensi
data di kartu di dalam suatu rentang tertentu. Saya sendiri pernah beberapa
kali memfotokopi e-KTP saya, dan sejauh ini belum ada masalah. Tapi tetap tidak
bisa dijadikan dasar argumen teknis mengenai hal ini. Paparnya dalam diskusi
online di Google Plus akun pribadinya.
Namun
begitu, bagi masyarakat luas untuk dapat menjaga e-KTP agar tidak rusak dengan
cara tidak fotocopy lagi. Jika terpaksa menghendaki untuk difotocopy dapat
mensiasatinya dengan cara scan e-KTP asli bolak-balik terlebih dahulu, kemudian
dilaminating. Jika suatu saat dibutuhkan untuk administrasi bisa memfotocopy
hasil scanan e-KTP yang sudah dilaminating tersebut sebanyak dan berulangkali
yang dibutuhkan. Seharusnya pelayanan publik sudah tidak lagi menagih lembar
fotocopy KTP secara manual, tapi sudah beralih menggunakan card reader.
Karena masih transisi maka butuh waktu atau sosialisasi ke arah tersebut. Hal
ini tentunya terkait sumber daya manusia sarana dan fasilitas yang ada. Adapun
program penyediaan card reader dan sudah tidak lagi memfotocopy secara
manual harusnya akhir tahun 2013 sudah terealisasikan. Semoga artikel ini
menjadi solusi dan membawa manfaat. Amin.
Farichatul Jannah
(Pemerhati Informasi dan Teknologi)
0 comments
Silakan komentar