IBU yang hobi sekali
mendongeng, saat semua kakak-kakak ku pulang ke rumah dan berkumpul, Ibu pernah
bercerita kalau aku ini anak yang paling ‘mudah’ dan tak pernah rewel seperti
kakak-kakak saya yang ‘nakal’
“Anak ku paling penak ki yo Richa, dari
kecil sekolah adus dewe, pakai baju pake sendiri, berangkat sekolah sendiri,
belajar ya gak usah disuruh udah belajar. Enggak seperti mbak mu itu, tali
sepatu kalo tidak berwarna tak mau berangkat sekolah, mbak mu yang lain itu
juga kalo tali pita rambutnya tidak baru tak mau berangkat sekolah”
Padahal dalam hati pernah menggererutu, menyesali nasib ku yang terlahir dimana usaha orang
tua saya tak lagi bagus, melewati masa remaja tanpa uang saku yang besar, dan
harus kuliah dengan penuh usaha dan kerja keras. Tak seperti mahasiswa lain
yang bisa jalan-jalan setelah jam kuliah, datang ke kampus dengan tas, sepatu
baju dan aksesoris yang serasi dan berganti-ganti tiap hari. Makan dan membeli
apapun yang ia suka tanpa berfikir.
Terkadang untuk memuaskan
diri dan menghibur diri ketika pulang kampung waktu Lebaran dan berkumpul
dengan kakak-kakak yang sudah berkeluarga,aku seringkali malas membantu
Ibu yang mendadak super sibuk. Pekerjaan rumah seperti menyapu, mencuci piring
dan membersihkan rumah, aku seringkali
mengiri pada kakak-kakak.
Setiap kali Ibu memintaku
untuk membantu mecuci piring, aku selalu menolak dan meminta agar kakak-kakaku
saja yang mengerjakan, aku tidak mau hanya karena belum menikah dan belum
punya anak, semua kerepotan dirumah harus aku juga yang menangani.
Namun, meski aku begitu
jahat, Ibuk tak pernah marah ia langsung mengerjakan apa yang ia perintahkan
padaku tadi. Huh terkadang jadi geregetan dan aku terpaksa membantu ibuku. Nampaknya
iri pada kakak-kakak dan susah disuruh bantu-bantu urusan rumah, itu melekat
pada diriku, sehingga ibu sering lebih memilih lelah mengerjakan semuanya
sendiri dari pada berdebat mulut denganku yang suka ngeyel dan bantah.
Sampai suatu saat ada
kabar duka dari tetangga dekatku, bahwa Ibunya telah meninggal dunia. Padahal
ibu itu adalah teman dekat ibuku namanya Bu Aisyah, pergi arisan, pengajian dan
sholat tarawih pun sering berangkat bersama. Menurut ibuku, bu Aisyah tak
pernah mengeluh sakit atau bahkan ada tanda-tanda akan pergi dahulu.
Beberapa anak dari bu
Aisyah juga seumuran dengan kakak-kakak ku, bahkan ada kakak ku yang pernah di
susui bu Aisyah, pastilah keluargaku dan mereka sangat dekat. Akhirnya mereka
bercerita bahwa bu Aisyah sebelum meninggal sempat mengalami kelelahan.
Yup, keluarga bu Aisyah
hampir sama seperti keluargaku dimana anak-anaknya sudah berkeluarga dan
tinggal diluar kota, pulang hanya ketika ada acara atau bahkan hanya saat
lebaran dan ketika semua pulang rumah menjadi penuh. Ibuk pasti sibuk menata,
menyiapkan kamar untuk anak cucunya, membereskan barang-barang, memasak banyak
sekali makanan untuk menyambut anak-anaknya daaaaaaaaan banyak lagi yang
lainnya. Pada saat seperti itulah bu Aisyah tiba-tiba jatuh sakit karena kelelahan dan
tinggal di rumah sakit beberapa hari lalu meninggal.
Aku yang mengetahui hal
itu sangat shock, kaget dan rasanya seperti sambaran petir. Seolah tuhan
memperingatkanku bahwa aku tak boleh membiarkan ibuku bekerja keras dimasa
tuanya, aku tak boleh egois. Kemudian pikiranku melayang mengingat beberapa
teman dekatku yang ibunya telah tiada, tak ada yang memasakkan makanan istimewa
di hari lebaran.
Semenjak itu……
Aku tak mau lagi
membiarkan ibuku lelah ataupun sedih dan berfikir keras. Aku ingin menjaga
ibuku dimasa tuanya, karena aku kerja di luarkota dan tak bisa tipa hari
bersamanya. Maka saat aku pulang rumah aku tak akan lagi malas membantu Ibuku.
Lebaran tahun berikutnya…
Seperti biasa saat
lebaran ibuku membuat aneka masakan yang tak ketinggalan adalah ketupat dan
sayur mayurnya. Aku tak membiarkan Ibu sendirian, apapun yang ia butuhkan aku
ambilkan, apapun yang ia perlukan akan aku bantu, sebisa mungkin ibuku tidak
terlalu capek. Aku menyapu, aku mencuci piring, aku mengupas bawang, menggoreng
ayam dan banyak lagi lainnya. Bahkan ketika ibu semalaman di malam takbiran
tidak tidur karena harus menunggu matang nya ketupat pun saya ikutan tidak
tidur.
Ibu pun merasa aneh
dengan diriku, aku yang biasanya susah kalau disuruh, malas kalo memegang
peralatan rumah tangga, tiba-tiba kok begitu Rajiiiiinnnn… ibuku pun nampaknya
tau apa yang ada dipikiranku…
“kamu … takut kalo ibu mati yaaaa…” sambil bernada
menggodaku..
“hmmmmm…” akupun tak bisa berkata apa-apa, hanya
memeluk ibu eraaat…. Aku terlalu malu berbicara padahal dalam hatiku berkata
banyak hal
Ibuk… maafkan aku yang selalu tak bersyukur…
Maafkan aku yang selalu bertanya-tanya kapan kau akan membelikanku baju baru..Maafkan aku yang selalu membantah, saat diajari olehmu memasak yang benar…Maafin aku yang selalu bermalas-malasan saat kau butuh bantuanku…Maafkan aku selalu membuatmu menunggu….Maafkan aku yang belum bisa memberikan apapun untukmu…Tuhaaaaannn…Please panjangkan umur ibuku..Aku akan bekerja keras untuk buatnya bahagia….
Dan di hari ibu ini, aku telah
sempatkan menelpon selama satu jam, bercanda, bergurau dan bercerita banyak
dengan ibu… meski ditanggal tua ini keuanganku cukup menipis dan saldo pulsa
menipis, untuk Ibu aku kan usahakan selalu ada. Tidak hanya hari ini saja, sesibuk apapun ah sok sibuk aku akan telpon ibu menanyakan kabarnya dan mendengarkan ceritanya.
Semoga dengan sepert ini bisa mengobati ksepian dan kerinduan Ibu pada anak-anaknya.
Semoga dengan sepert ini bisa mengobati ksepian dan kerinduan Ibu pada anak-anaknya.
Hingga rasanya aku ingin
kembali pulang…..
Yuk yang masih punya ibu,
lindungilah ibu kita yang tak pernah lelah merawat kita, memperhatikan hidup
kita dan mendampingi hidup kita hingga akhir hayatnya.
0 comments
Silakan komentar