Aku masih ingat dan melekat dalam ingatanku sewaktu aku kecil dulu, betapa nyamannya dunia ini, harmonis sekali masyarakatnya dan saling menghormati menghargai.
Dulu aku tinggal di pinggiran kota kecil Cepu. (Alm) Bapakku dulu seorang penjahit namun beliau juga seorang pemuka agama Islam yang cukup di kenal di kotaku. Aku punya tetangga kiri kanan non muslim. Dan mereka semua baik bahkan sudah seperti saudara sendiri.
Tetangga kananku, aku memanggil mereka dengan panggilan Mami dan Papi. Mereka begitu menyayangi aku dan kakak kakakku seperti anak mereka sendiri. Bahkan setiap sore Papi tak pernah absen mengajakku naik sepeda onta sepulang aku mengaji TPA.
Mami, juga selalu membuka jendela kamarnya saat waktu sahur tiba lalu membangunkan kami dengan suaranya...
"Om Issss...(Panggilan bapakku) wis Tangi rung.. sahur... Sahurrrr...."
Mami sangat khawatir kami kesiangan tidak bangun sahur, karena mami tau kami sepulang taraweh tadarus di masjid sampai malam. Padahal bapakku juga selalu sholat malam sehingga tidak pernah absen sahur atau kesiangan.
Namun bapak lalu membuka jendela samping rumahku juga yang berhadapan dengan jendela samping mami. "Iya mi, wis Tangi.... Ayo Melu sahur mi..." Kadang mami juga ikut memberikan makanan kecil untuk kita sahur.
Aku juga berteman dekat dengan tetangga kiri ku yang non muslim. Setiap hari main bersama. Tapi saat sholat lima waktu aku juga pulang untuk sholat. Bahkan saat Ramadhan mamanya selalu membuat es batu untuk kami berbuka puasa.
Secara jaman aku kecil orang tuaku belum punya kulkas. Kulkas masih barang mewah. Tapi puasa kami segar saat berbuka dengan es batu buatan Mama temanku itu.
Rasanya dulu agama tak pernah jadi alasan perbedaan apalagi sampai menjadi perpecahan. Bahkan rasanya kami semua ini sama keluarga. Sedikitpun agama, keyakinan, pilihan, asal daerah, suku, tak pernah jadi masalah.
Apakah kamu juga merasakan begitu?