Sawit Indonesia Jangan Takut Sama Asing
By Farichatuljannah - 3:06 PM
Semua orang tau bahwa Indonesia adalah penghasil crude palm oil
terbesar di dunia. Bahkan saya punya beberapa teman yang ayahnya memiliki kebun
sawit pasti dia lebih dari berkecukupan. Maka tak heran jika sektor perkebunan di tanah air selalu menjadi incaran asing sejak
penjajahan. Dulu kita sudah di jajah asing, kini jangan sampai ada penjajahan
berikutnya melalui IPOP (Indonesian Palm Oil Pladge)
Apasih IPOP itu? IPOP merupakan
kemitraan bersama perusahaan kelapa sawit dengan misi menciptakan sebuah iklim
kondusif untuk mempromosikan produksi kelapa sawit Indonesia secara
berkelanjutan dengan mengimplementasikan praktik bertanggungjawab tanpa
deforestasi, mampu memperluas manfaat sosial bagi masyarakat, sekaligus
memperkuat daya saing kelapa sawit Indonesia di pasar global.
Tapi pada kenyataannya dalam perjanjian tersebut banyak sekali aturan-aturan
main yang membebani petani kelapa sawit kita. Padahal dari total luas
perkebunan kelapa sawit yang mencapai 10,5 juta hektar yang ada di Indonesia,
hampir setengahnya dimiliki petani swadaya.
Tak perlu takut. Indonesia punya Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) yaitu
suatu kebijakan yang diambil oleh Pemerintah Indonesia dalam hal ini Kementrian
Pertanian dengan tujuan untuk meningkatkan daya saing minyak sawit Indonesia di
pasar dunia. Maka ketika IPOP muncul tak perlu mengikuti aturan main asing
dalam menentukan standar sustainable.
Nah, di Hotel Aston, Jl
Let. Jend. T.B. Simatupang, Jakarta Selatan lalu diadakan Press Conference dengan tema "Bermartabatkah
Sawit Kita" oleh Direktorat Jenderal Perkebunan. Acara ini
menghadirkan nara sumber Direktur Jenderal
Perkebunan, Kementan (Gamal Nasir), Anggota Komisi IV DPR-RI (Firman Soebagyo),
Para Gubernur, Bupati sentra kelapa sawit, petani sawit, wakil perusahaan
kelapa sawit serta pengamat petani kelapa sawit.
Menurut Firman, lahirnya Indonesia Palm Oil Pledge (IPOP) merupakan cara
terselubung asing untuk kembali mendikte sektor perkebunan di Indonesia. Direktur Jenderal Perkebunan, Kementerian
Pertanian, Gamal Nasir juga menyayangkan kepada perusahaan besar yang ikut
menandatangi perjanjian Indonesia Palm Oil Pledge (IPOP). Karena petani sawit kelapalah yang akan trkena dampak.
Alasan menandatangani
IPOP yang hanya takut kehilangan pasar rasanya tidak pas. Sebab sekali lagi
Indonesia tak perlu khawatir kehilangan pasar luar. Karena CPO masih banyak di
cari karena lebih efisien.
Anggota Komisi IV DPR-RI, Firman
Soebagyo keberatan
dengan adanya IPOOP. Karena telah melanggar Undang-Undang pasal 33 tahun 1945. ayat
3 bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh
Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Pada ayat 4 juga sudah dijelaskan bahwa perekonomian
nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip
kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan,
kemandirian serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi
nasional.
Maka dari itu pemerintah telah menggenjot B-20 agar
penggunaan CPO untuk dalam negeri lebih besar lagi. “Jadi (lima) perusahaan
tidak perlu merasa khawitir kehilangan pasar.
Diharapkan pula Kadin, bersama pelaku usaha bisa
meng-counter (menyerang balik) isu yang dilontarkan oleh asing melalui LSM
bukan justru menuruti permintaan asing. Sehingga Kadin sebagai wadah dari pengusaha
Indonesia bisa mengdepankan nasionalisme.
0 comments
Silakan komentar